Kolaborasi Pentahelix untuk Atasi Kusta, dalam rangka hari kusta sedunia kemarin saya beruntung bisa hadir dalam webinar bersama ruang publik KBR. Menghadirkan Ibu Dr. dr. Flora Ramona Sigit Prakoeswa Sp. KK., M.Kes., Dipl – STD HIV FINSDV dari PERDOKSI dan Bapak R. Wisnu Saputra Ketua bidang organisasi PWI Kabupaten Bandung.
Ternyata banyak sekali persoalan kusta yang belum tuntas di negara kita. Persoalan tentang kusta sendiri, serta persoalan – persoalan lain yang mengikutinya.
Baiklah, agar pemahaman kita lebih utuh saya akan memaparkan lebih jauh apa yang disampaikan narasumber ahli dalam webinar kemarin.
PENYAKIT KUSTA
Kusta sebetulnya satu dari penyakit kulit menular yang paling tidak menular. Penularannya bisa dibilang sangat sulit. Yaitu hanya jika kita kontak erat dengan penderita kusta selama lima sampai sepuluh tahun.
Banyak faktor penyebab timbulkan penyakit ini. Diantaranya faktor lingkungan, personal hygine, dan sebagainya. Namun demikian, penyakit kusta sangat bisa disembuhkan. Misal dengan menekan faktor risiko, meningkatkan kebersihan personal, vaksinasi, terapi, dan sebagainya.
Namun pengobatan – pengobatan tersebut tidak berjalan mulus bahkan mengalami kendala dalam penatalaksanaannya. Sebab persoalan besar yang dihadapi penyandang kusta di negara kita selain penyakit kustanya, ialah stigmatisasi masyarakat.
STIGMATISASI TERHADAP PENDERITA KUSTA
Stigmatisasi masyarakat menjadi persoalan besar di negara ini sampai sekarang. Penyandang kusta dianggap aib, dikucilkan dari pergaulan, didiskriminasi.
Hal ini bisa sampai berakibat besar pada mental health penderita kusta. Pertama – Tama mereka akan merasa rendah diri, merasa tidak berharga, mereka down. Sehingga tidak ada semangat lagi untuk menyelesaikan rangkaian pengobatan.
Selain kesehatan mental, kesetahan sosial mereka juga menjadi tidak sehat. Mereka tidak berani bergaul, dijauhi teman kerja, dan kebanyakan diberhentikan dari pekerjaan mereka. Kesehatan ekonomi mereka pun ikut terganggu. Dan merembet pada kesehatan spiritual.
Akses mereka menjadi terbatas, ruang gerak mereka menjadi terbatas karena stigmatisasi masyarakat. Inilah persoalan mendasar yang dihadapi penderita kusta di negara kita.
SOLUSI MENYELURUH DAN BERKELANJUTAN
Untuk mengatasi stigmatisasi terhadap penderita kusta yang sudah terlanjur, dibutuhkan solusi menyeluruh. Yaitu dengan kolaborasi pentahelix oleh seluruh elemen. Pemerintah, tenaga medis, tokoh masyarakat, generasi millenial, generasi Y dan Z, sampai ke unit terkecil yaitu keluarga.
Melakukan upaya - upaya seperti konseling dan edukasi kepada orang – orang sekitar seputar penyakit kusta. Mengenal penyakit kusta, faktor risiko, penularan, penanganan dan pengobatan, secara massive baik secara langsung lebih – lebih melalui media. Ini akan sangat membantu mengingat peran media sekarang ini.
Bila semua elemen speak up untuk menyuarakan kusta, maka masyarakat awam akan paham. Bagaimana fakta soal kusta. Betapa stigmatisasi terhadap penderita kusta sangat tidak beralasan dan salah sama sekali, memperburuk kondisi penderita.
Namun speak up juga harus diimbangi dengan validitas data. Receiver harus cek dan ricek kebenaran fakta dengan menanyakan kepada wasur yang ada di puskesmas masing – masing, kepada dokter, dan tenaga medis lainnya.
Pemerintah juga hendaknya mencarikan solusi ekonomi penderita kusta. Dengan menggandeng perusahaan dan pemangku kebijakan sektor ekonomi, memberikan bantuan modal, dan sebagainya, untuk memberdayakan penderita kusta agar mandiri secara ekonomi ditengah kondisinya agar tetap percaya diri dan berdikari. Pemerintah banyak memberikan penyuluhan – penyuluhan, memperhatikan kesehatan individu bangsa. Karena bangsa yang sehat maka negara akan kuat.
Terakhir yang juga sangat dibutuhkan oleh penderita kusta adalah support system circle atau keluarga dekat.
Itulah tadi paparan menarik oleh para expert. Menggugah kita untuk ikut berperan dalam penanganan penyakit kusta dan stigmatisasi masyarakat terhadap penderita kusta. Sekarang saya ajak teman – teman semua. Yuk, suarakan bahwa penyakit kusta bisa sembuh. Sangat sulit penularannya. Maka stop stigmatisasi terhadap para penderita kusta.
Posting Komentar
Posting Komentar