Dua Hari yang Berkesan di Kota Yogyakarta

Posting Komentar
Tugu Yogya (Sumber : Pinterest)

Delapan tahun tak berkunjung lagi ke Yogyakarta, kenangan akan kota budaya menyeruak begitu indah. 

Bagi mahasiswa jelang semester akhir yang banyak kebutuhan sepertiku, dapat liburan gratis ke Yogya bak ketiban rezeki nomplok saja. 


Apalagi berangkat bersama rombongan organisasi rasa keluarga. Sesak dan panas bis diperjalanan jadi tak begitu terasa sebab ditanggung bersama😊

Bergabung di organisasi ekstra kampus membuatku mendapatkan banyak hal saat itu. Bukan hanya pelajaran dalam kehidupan berorganisasi, keluarga baru, tetapi juga rihlah gratis keluar kota sesekali. Pergerakan mahasiswa islam indonesia, awalnya masuk kesana hanya semacam euforia, ikut - ikutan saja. Belum militan, tapi nyatanya sering ikut berkegiatan diluar kota. 

“Wow....”, sontak saja, teriakan dari dalam bus memecah telingaku manakala bis oleng kiri dan kanan ditikungan. Mata tak jadi mengantuk oleh gelak tawa. Surabaya – Yogyakarta setidaknya memakan waktu lebih kurang 9 sampai 10 jam dengan bis pariwisata. Santai saja asal selamat. Dhuhur tiba, saat itu rombongan singgah di satu rumah makan dikiri jalan. Namun sampai di rumah makan tersebut, bukan pesan makanan, tetapi malah membuka bungkusan nasi bekal masing - masing. Setelah perut kenyang terisi, kami segera sholat, dan beristirahat. Baru sejenak beristirahat, dari kejauhan sudah terdengar suara korlap tanda bis siap melanjutkan perjalanan. Siang jelang sore, udara dalam bis terasa semakin panas. Musik karaoke pak sopir mengiring sepanjang  jalan menuju perbatasan Jawa Tengah.

Bus tiba di Yogyakarta saat senja telah menyapa. Senja di kota budaya terasa begitu berbeda. Hawa sejuk tanah Yogya diguyur gerimis ritmis menambah syahdu iringan gitar pengamen sepanjang jalan. Dikanan kiri jalan, deretan pernak – pernik khas Yogya siap memanjakan mata. Bis segera melaju menuju tujuan pertama sebelum maghrib tiba. Tak lama, nampaklah gapura Universitas Gajah Mada . Sampai disana, rombongan segera berpencar. Menuju kamar mandi kampus untuk bebersih dan ishoma

Punggung terasa kaku, kakiku kram, sudah ingin diselonjorkan. Syukurlah masih ada beberapa menit sebelum audiensi dimulai. Selonjoran, kelesetan, ngobrol dan berkenalan. Ini kali pertamaku menginjakkan kaki di UGM. Salahsatu kampus terbesar di Jawa Tengah itu. Dalam hati siapa sangka, aku bisa bertandang ke UGM walau dalam program studi banding. Audiensi, rapat, dan apalah itu semacamnya berlangsung hingga larut. Mata sudah berkatup sudah ingin ditutup. 

Bis kemudian membawa kami ke sebuah dusun, disana ada acara besar semacam haul pesantren. Kami digiring kesuatu kamar khusus untuk beristirahat. Mungkin ini adalah rumah salahseorang  sahabat yang kebetulan punya pesantren. Disana kami dijamu dengan berbagai hidangan, jajanan, dan minumannya. 

Tiba shubuh hari, waktunya antri kamar mandi. Bebersih, sholat, dan lanjutkan perjalanan lagi. Tujuan kedua ini adalah UIN Semarang. Tiba disana rupanya sedang digelar acara akbar. Sambil mencari ruang acara, kami sempat berkeliling di kampus islam negeri itu. Luas luarbiasa. Bertempat di sebuah auditorium, acara siang itu berlangsung khidmat namun tetap santai. Membangkitkan kembali ghiroh dalam berorganisasi. Tak heran kalau acara itu menjadi inti dari seluruh rangkaian perjalanan studi banding edisi Yogya ini. Belum puas mengukir kesan di Yogyakarta, bus segera membawa rombongan menuju destinasi selanjutnya. Yaitu satu tempat legendaris dan iconic di Yogyakarta, Malioboro. 


Malioboro (Sumber : Pinterest)

Tak disangka, meski jelang sore Malioboro nampak masih ramai riuh pengunjung. Lalu lalang delman ditengah padatnya pengunjung. Gemerincing lonceng, tak tik tuk suara sepatu kuda, memecah sore mendung disertai gerimis itu. Ya Allah...terasa betul keelokan kota ini, khas kota budaya. 

Mumpung masih di Yogya, aku memilih duduk disatu warung gudeg bersama. Itulah kali pertamaku mencicipi penganan khas Yogya itu. Bahkan sampai kinipun, aku belum merasakan lagi nikmat gudeg selain gudeg waktu itu.


Puas menyantap sepiring gudeg, kami menyusur didepan pertokoan jalan malioboro. Disana nampak penganan khas Yogya tak kalah tenar dari gudeg, bakpia pathok dari berbagai kelasnya. Mulai kemasan mewah hingga yang gunungan. Semua enak, yang membedakan hanya kemasan saja. Kubungkus beberapa kotak bakpia untuk teman – teman asrama. Tak lupa sebuah tas rotan titipan seorang kawan. Karena selain makanan khas Yogya, malioboro juga menyuguhkan kerajinan dan pernak pernik khas Yogya. Seperti tas rotan, tas batik, baju batik, kerajinan kayu dan bambu, dan banyak lagi. 

Belum puas menyisir malioboro, rombongan sudah harus bertolak kembali ke Surabaya. Malam mulai menemukan jelangnya. Capek, letih, lelah, tentu ada. Namun dua hari di Yogya itu sungguh berkesan. Oneday semoga  bisa berlama – lama disana bersama keluarga dan orang tercinta. 


wawa rafsanjani
Hallo, shobat pembaca. Welcome to my personal blog. Saya adalah ibu dua orang putri. Kegiatan saya sehari - hari menemani aktivitas, menjadi teman main, dan bertumbuh bersama mereka. Saya happy dan bersyukur punya mereka. Sesekali saya juga mengisi sebuah kelas di salahsatu sekolah swasta. Berjualan online, jalan - jalan tipis, kulineran, nulis, ngonten, dan masih banyak lagi. Semoga blog ini bisa nambah satu lagi referensi yang menyenangkan dan bermanfaat. Yuk, collabs with me! �� Sri.rafsanjani90@gmail.com

Related Posts

Posting Komentar